Banda Aceh, 26 Agustus 2024
Yayasan Kemanusiaan Madani Indonesia (YKMI) bersama UNHCR dan Forum LSM Aceh, dengan dukungan dari Global Affairs Canada melalui Field Support Services Project (FSSP) dengan program Local Development Initiatives (LDI), menyelenggarakan Join Workshop bertema “Kebijakan dan Penanganan Pengungsi Rohingya di Aceh” yang berlangsung di Hotel Kyriad, Banda Aceh. Workshop ini berfokus pada pembahasan mengenai perspektif hukum dan kebijakan serta perlindungan dan integrasi sosial bagi para pengungsi Rohingya.
Workshop ini menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai elemen atau stakeloder, antara lain:
1. Brigjen Pol Adhi Satya Perkasa (Kemenko Polhukam)
2. Mrs. Emily Bojovic (Senior Protection Officer UNHCR Indonesia) – Via Zoom
3. Usman Hamid (Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia) – Via Zoom
4. Dr. Yusrizal Zainal, M.Si (Asisten I Pemerintah Provinsi Aceh)
5. Tgk. H. Faisal Ali (Ketua MPU Aceh)
6. Andy Yentriyani (Ketua Komnas Perempuan) – Via Zoom
7. Turmizi Ali (Program Koordinator YKMI)
8. M. Ya’kub Aiyub Kadir, S.Ag., LL.M, PhD (Akademisi Unsyiah)
9. Panjitresna Prawiradiputra (IOM) – Via Zoom
Dalam sambutan pembukaan Workshop, Elfi Hasnita, selaku pimpinan YKMI, menekankan pentingnya memahami isu pengungsi dengan perspektif yang seimbang. “Selama ini banyak hoaks atau ujaran kebencian, terutama di media sosial, yang memberikan gambaran tidak berimbang tentang pengungsi. Sebagai sesama manusia, terutama sebagai sesama Muslim, kita seharusnya membantu dan memperlakukan dengan baik para pengungsi Rohingya yang hingga kini masih mengalami persekusi di negara asal mereka,” ujar Elfi.
Sementara itu, Dr. Yusrizal, mewakili Plt Gubernur Aceh, sebelum membuka kegiatan workshop secara resmi, menyoroti ketergantungan penanganan pengungsi di Aceh pada kebijakan pemerintah pusat serta dukungan dari lembaga internasional seperti UNHCR dan IOM. “Melalui workshop ini, kita berharap dapat menemukan solusi atas permasalahan pengungsi Rohingya, sehingga kita tidak kehilangan harapan (hopeless) dalam penanganan pengungsi ini,” tutur beliau.
Workshop ini berhasil menghasilkan beberapa rekomendasi penting yang diharapkan dapat memperkuat upaya penanganan dan perlindungan terhadap pengungsi Rohingya di Aceh. Adapun rekomendasinya antara lain :
- Akses dan Layanan Esensial: Penampungan harus dekat dengan layanan kesehatan, ekonomi, dan pendidikan, serta dilakukan pemisahan antara pengungsi pria dan Wanita atau keluarga untuk kenyamanan dan keamanan.
- Fasilitas Penampungan: penampungan harus memiliki ruang yang cukup luas, dilengkapi dengan ruang ibadah, hunian keluarga, dan ruang ramah anak.
- Integrasi Sosial: Pentingnya sinkronisasi dan integrasi sosial antara pengungsi dan masyarakat lokal guna menciptakan keharmonisan.
- Kontra Narasi Hate Speech: Perlu penguatan kontra narasi terhadap hate speech dan edukasi berkelanjutan bagi tokoh masyarakat untuk meningkatkan pemahaman isu pengungsi dan juga pentingnya peran media dalam hal tersebut.
- Kerja Sama Antar Lembaga : Sinkronisasi kerja antar lembaga kemanusiaan perlu ditingkatkan dengan identifikasi dan mekanisme kerja yang jelas.
- Perlindungan Pengungsi: Kehadiran aparat pemerintah atau penegak hukum sangat diperlukan untuk memberikan perlindungan yang maksimal bagi pengungsi.
- Legalitas & Hukum: Perlunya evaluasi dan pembaruan Perpres No. 125 terkait penanganan pengungsi diperlukan untuk mengatur kewenangan, layanan dan waktu tanggap darurat yang lebih jelas.
- Efektivitas Satgas PPLN : Diharapkan Satuan Tugas (Satgas) PPLN (Penanganan Pengungsi Luar Negeri) dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
- Pembentukan Satgas Desa : Pembentukan Satgas di tingkat desa sangat penting untuk penanganan darurat saat pengungsi pertama kali tiba.