Pidie, 11 November 2024
Bertempat di Hotel Safira, Sigli, Yayasan Kemanusiaan Madani Indonesia (YKMI), dengan dukungan dari Julia Taft Fund, mengadakan lokakarya bertajuk “Workshop Penyusunan Kurikulum Dasar Inklusif untuk Pengungsi” yang ditujukan untuk merancang kurikulum pendidikan inklusif bagi anak-anak pengungsi Rohingya di Aceh. Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan dari LSM Kemanusian, Lembaga Pendidikan, Lembaga Dayah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Daerah, Lembaga Perlindungan Anak, serta perwakilan organisasi yang menangani pengungsi. Kegiatan ini akan berlangsung selama dua hari dari tanggal 11 sampai 12 November 2024.
Dalam kesempatan sambutannya, Elfi Hasnita selaku Ketua YKMI yang diwakili oleh Turmizi Ali, Program Koordiantor YKMI, menyampaikan pesannya “Setiap anak berhak untuk belajar dilingkungan yang bermartabat dan kondusif. Melalui kurikulum yang akan kita bahas ini, kamiberharap dapat diaplikasikan dan menjadi solusi bagi pendidikan bagi anak-anak pengungsi, khususnya yang berada di Aceh”. Tuturnya.
Menurut Turmizi Ali, Fokus dari kurikulum ini meliputi literasi, numerasi, aspek psikososial, dan pemahaman multikultural. Beliau menambahkan “Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan kurikulum juga harus terpusat pada anak, di mana setiap individu dihargai, tanpa dibedakan jenis kelamin dan usia, dan kebutuhan khusus mereka terpenuhi. Prinsip ini harus menjadi inti dari penyusunan dan pengembangan kurikulum”.
Kegiatan ini dibuka oleh perwakilan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pidie yang dalam hal ini diwakili oleh Bapak Zainuddin selaku Kepala Seksi Pendidikan Karakter Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pidie, dalam sambutannya beliau menyampaikan “Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pidie sangat mendukung kegiatan ini, karena salah satu program Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan ialah Sosialisasi Penanganan dan Pelayanan Satuan Pendidikan serta dibentuknya Satuan Layanan Bagi Disabilitas. Karena program dan kegiatan yang dilakukan oleh YKMI juga menjadi salah satu kegiatan yang sangat membantu pemerintah saat ini dalam persoalan pendidikan Iklusi”. tutur beliau.
Melalui Inisiatif ini diharapkan nantinya para pendidik dan relawan yang menangani program pendidikan untuk pengungsi dapat dibekali dengan panduan yang lengkap dan terstruktur untuk diterapkan di camp pengungsian. Sebagai langkah awal nantinya kurikulum yang disusun rencananya akan diterapkan di Ruang Ramah Anak (Child-Friendly Spaces/CFS) di tiga lokasi pengungsian, yaitu gedung Eks-Imigrasi di Kota Lhokseumawe, serta kamp Mina Raya dan Kulee di Kabupaten Pidie.